Menganggur itu bukan tanam anggur
Dan anda tidak dikira menganggur jika anda tanam anggur
Menganggur merupakan jawapan yang paling xbest diberikan jika orang bertanya tentang pekerjaan anda, tetapi anda sebenarnya tiada pekerjaan pun. Ia sangat memalukan.
Dan sebenarnya ada jugak manusia yang phobia bila habis belajar, takut tak dapat kerja. Bila dah tak dapat kerja tu lah orang akan panggil penganggur. Orang macam ni akan berusaha sungguh2 untuk dapatkan kerja. Dia akan buka surat khabar tengok job vacancy, suruh kawan carikan kerja, sediakan diri untuk sedia diinterview dan lain2 lagi.
Tapi, ada jugak orang yang xkesah walaupun dapat title penganggur. Orang macam ni berkemungkinan dijangkiti penyakit malas. Sikap berharap dengan pertolongan orang tanpa bekerja dengan usaha sendiri memang tak bawa diri tu ke mana. Umpama parasit yang hidup di badan orang gemuk; memang banyak makanan boleh dapat. Tapi, xkan la kita hendak jadi parasit.
Bila cerita pasal tajuk ini, aku tertarik dengan artikel dakwatuna di sini [Pengangguran Haraki]. Aku pastekan perenggan awal. Bakinya boleh dibaca di link asal. Fenomena seorang dai yang menganggur sebenarnya amat menakutkan. Manusia ini pastinya, jika dirinya tidak disibukkan dengan kebaikan, dia akan disibukkan dengan kejahatan dan perkara sia2.
Apa yang penganggur ini akan buat? Dia isi masanya bermain game, tengok movie, baca anime dan perkara pelik2 yang tidak melambangkan kematangan dirinya sebagai seorang yang sudah dewasa, apatah lagi seorang dai.
Lebih parah lagi bagi dai itu mensibukkan diri dengan kejahatan. Mata digunakan untuk memandang maksiat, kaki digunakan untuk berjalan ke tempat sia-sia, lidah digunakan untuk mengumpat dan mencaci manusia lain dan lain-lain lagi. Seoalah-olahnya nikmat yang dia dapat, merupakan hasil usaha dirinya sahaja, bukan daripada Allah.
Dan ada juga “this so called dai” yang bila sudah tiada kerja nak dibuat (padahal banyak jer...), dia mula nak cari gaduh dengan dai2 lain. Dengki dengan prestasi dai lain, tapi xreti mensalurkannya pada tempat yang betul. Ini yang sampai berusaha menghalang manusia daripada jalan2 Allah. Wa al Iazu billah.
Sibuk / pening kepala dengan kebaikan itu bagus sebenarnya. Cukuplah hadis di bawah ini menjadi bukti kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang bersungguh-sunggu mendekati-Nya. Jangan sampai kita menjadi serik melakukan kebaikan, tetapi yakinlah dengan kelebihan dan manfaat yang akan kita berikan kepada manusia lain.
وَ مَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ وَ مَا زَالَ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَوَفِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
Dan tiada seseorang hambaKu yang bertaqarrub kepadaKu dengan sesuatu yang lebih kucintai daripada ia menunaikan segala yang Kufardhukan ke atas dirinya. Dan hendaklah hambaku bertaqarrub kepadaKu dengan Nawafil, sehingga Aku mencintainya.
[HR Bukhari]
Sama-sama mengenali diri. Kita katakan full time dai, tapi ada juga masa yang kita buang2kan. Mengakui diri penuh kelemahan, banyak dosa, tetapi tidak berusaha untuk menguatkan diri / bertaubat dari dosa tersebut. Habis tu, siapakah diri kita sebenarnya?
Ada beragam penyakit tarbawi yang sangat berbahaya, jika ia tersebar dalam barisan dakwah, dan mendapatkan tempat dalam jiwa personelnya, maka pasti yang terjadi adalah keterpurukan, keguguran, menarik diri dan meninggalkan kancah dakwah secara diam-diam, kemudian kebangkrutan dalam arti yang luas dan menyeluruhDi antara penyakit tersebut dan utamanya adalah al-bithalah ad-da’awiyah (pengangguran da’awi) atau al-kasal al-haraki (kemalasan haraki) atau futur, al-faragh (tidak ada pekerjaan), al-qu’ud ‘anil ‘amal (berpangku tangan), at-taqa’us ‘an ada’ al-wajib (tidak menunaikan kewajiban), at-tanashshul minal qiyam bil maham ad-da’awiyah (tidak menjalankan tugas-tugas da’wah) yang sangat beragam, istimra’ halat ar-rahah (terbiasa menikmati suasana santai), at-taharrur min tahammul at-tabi’ah wal mas-uliyyah (berlepas diri dari upaya memikul beban dan tanggung jawab).Semua tadi merupakan gejala satu penyakit yang jika menimpa para aktivis di medan dakwah dan harakah, niscaya menimpa pada posisi yang mematikan, kecuali jika segera mendapatkan kebangkitan hati, atau mengambil ibrah dari suatu mau’izhah, atau mengambil manfaat dari suatu nasihat, dan tentunya, sebelum, saat dan setelah itu ia mendapatkan rahmat, kebersamaan dan taufiq Allah SWT.
jazakallahukhair atas postingnya
ReplyDeletememuhasabahkan diri...